Pertama kalinya menginjakkan kaki ke tanah kelahiran Paus Paulus II ini satu setengah tahun lalu, kami kesepian sekali, tetangga kanan-kiri hanya turis yang datang dan pergi dari berbagai negeri, dua bulan pertama kami tinggal di appartement khusus di tengah kota sebagai service dari perusahaan tempat suami bekerja.
Selanjutnya di bulan ketiga, dahulu pernah kuceritakan tentang pertemuanku dengan saudari muslimah yang tinggal sekitar dua jam dari Krakow, getaran ukhuwah sangat menggelora di dada ini. Dan di saat internet telah terpasang di appartement baru ketika kami pindah ke lokasi yang dekat dengan kantor, maka teman-teman online-lah yang selalu setia menyapa dan sesekali berbincang-bincang denganku. Semenit mengobrol adalah obat rindu yang cukup menambah semangat. Sekitar sepuluh bulan lalu, ‘posisi kesepian bertetangga mendesakku’ untuk ikutan membuat akun di sebuah situs jejaring sosial. Salah satu saudariku, Ratna, mengingatkan, “Jika kamu tak punya tetangga muslim atau muslimah, cobalah tetap diketuk pintu rumah tetangga kanan-kirimu, cicipi kue masakan khas Indonesia, sambil kenalan, say... oke? Supaya kamu betah...”, sarannya dengan antusias seraya menceritakan pengalamannya yang sama kesepian saat di negeri Sakura.
Memang sedari dahulu, ingin menuruti saran Ratna, namun keberanian memulainya adalah sulit. Pertama karena saat kuperhatikan tetangga di kanan dan di depan pintu appartementku adalah sekumpulan mahasiswa, laki-laki dan perempuan, karena mereka sekitar berlima, jadi saya tak pernah sempat mengenali satu-persatu jika berpapasan di lift atau tangga. Kedua, alasannya adalah karena mereka rata-rata punya anjing, wuaaargh…sepatu anakku pun sempat dijilat si anjing saat berpapasan di lift, anjingnya hampir memeluk kaki si kecil. (O, Allah! I don’t like it...). Maka enam bulan awal tinggal di appartement ini, kami hanya bertegur sapa dengan tetangga jika bertemu di taman, di tempat parkir, di pintu gerbang, atau jika kebetulan berada dalam satu lift.
Alhamdulillah berkat rahmatNYA, kami dapat bersua sister Yasmin dan keluarganya yang berasal dari Turki, dan “tetangga jarak jauh” yang merupakan sosok-sosok brothers yang bertemu kala shalat jum’at bersama suamiku ibarat merupakan tali-tali kencang yang ‘mengajak kami’ untuk betah di negeri yang jauh dari tanah air ini. Mereka semua sama dengan kami, sama rindu pada tanah air, dan sama punya beragam alasan prioritas untuk membetahkan diri dan mensyukuri salah satu kenikmatanNYA hidup di warna-warni Kota Tua Krakow. Insya Allah. Perlahan-lahan, orderan daging halal dapat terealisasi dan lumayan teratur, pemotongannya berlangsung di kota sebelah, dua jam dari Krakow.
Dan beberapa bulan lalu, saat tercium aroma cat di dekat ruang appartementku, ternyata ada tetangga baru, keluarga kecil dengan anak yang sebaya dengan sulungku. Beberapa hari sebelumnya, ada undangan mampir di pintu ruangan kami, karena undangan berbahasa Polish, jadinya tak terlalu kupedulikan.
Ternyata di hari H undangan itu, pintu kami diketuk seseorang, kuintip sesaat dari celah intai, seseorang berpakaian ‘aneh’ di depan pintu. Kubuka pintu dan menanyakan ada apa gerangan. Dengan bahasa Polish ia menjelaskan bahwa dirinya adalah salah satu Pastor yang baru lulus dari pendidikannya di Prancis, dia adalah tetangga yang mengirimkan undangan beberapa hari lalu. Kukatakan maaf, tak bisa memenuhi undangannya, anak-anakku sedang tidur siang. Segera setelah dia berlalu, kucari undangan tersebut, kuterjemahkan dengan translator di internet. Saya penasaran akan isi undangan itu. “Oooh, Alhamdulillah gak ikutan...”, desisku, setelah mengetahui bahwa isi undangan itu adalah ajakan untuk berdo’a bersama agar rumah yang ditempati nyaman dan damai, karena tetangga baruku itu khan baru pindah. Setidaknya sekarang saya tau, ternyata di sini ada juga ‘tradisi pas pindah rumah’ dengan diawali syukuran dan do’a.
Alhamdulillah sedikit pengetahuan berbahasa lokal telah melekat dalam keseharianku, sehingga tak mudah tertipu dalam urusan jual-beli, juga sebagai contoh dapat menyikapi undangan do’a bersama tersebut.
Berikutnya di siang hari, si anak tetangga ternyata ramah dan ingin bermain dengan sulungku, ia bernama Tomasz. Azzam dan Tomasz akhirnya berteman, walaupun tak dapat berjumpa setiap hari disebabkan padatnya jadwal pelajaran di sekolah mereka masing-masing. Karena ada sinyal keramahan tersebut, suatu hari kuberanikan diri mengetuk pintu tetanggaku itu, kusapa dengan bahasa Polish, dan kukirimkan opor ayam khas Indonesia. “bardzo dobrze, Pani...”, ujar tetanggaku, ia menyukai opor ayam itu, lalu keesokan harinya ia berganti mengirimkan pie-apple untuk kami sekeluarga.
Ternyata cinta tetangga tak bertepuk sebelah tangan, hampir di setiap ada kesempatan, terutama akhir minggu, kami bertukar menu, tetanggaku membuatkan masakan khas Poland, contohnya zupy, paczka marmolata i blueberry, Kaczka i kukurydzy, juga jenis dessert seperti kue manis, bolu coklat dan brownis. Sementara diriku mencoba menggoreng bakmi pedas, membuat sup bakso, lumpia dan beberapa jenis roti dengan resep yang sederhana. Perlahan, tetanggaku ini mengetahui bahwa kami tak mengonsumsi minuman beralkohol dan pork. Kebetulan juga tetangga satu ini tidak memelihara anjing, syukurlah ujar hatiku.
Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda, ”Tidak akan masuk surga orang yang tetangganya tidak merasa aman dari gangguannya.” (HR. Bukhori dan Muslim)
Meskipun tetangga kami disini mayoritas adalah nonmuslim, namun kami menyadari bahwa keberadaan muslim-muslimah disini justru merupakan ‘duta atau model’ bagi tetangga-tetangga nonmuslim tersebut. Di Krakow ini, suasana religious-pengikut Paulus sangat kental, kebanyakan mereka terutama kaum manula malah tidak mengetahui ‘apakah Islam, apakah muslim itu?’, kebanyakan kaum manula tidak ngerti pula berinternet, sehingga info-info tentang Islam tidak mereka ketahui. Oleh sebab itu, kebanyakan brothers disini termasuk kami sekeluarga berusaha menunaikan hak bertetangga dengan baik, sebagaimana contoh teladan kita, Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam. Di antara hak tetangga yang harus kita ingat : Tidak menyakitinya baik dalam bentuk perbuatan maupun perkataan, memberikan pertolongan apabila diperlukan, serta berbagi satu sama lain, yang kesemuanya tetap menjaga rambu-rambu dalam aqidah kita, insya Allah.
Rosululloh shollallohu’alaihi wa sallam bersabda, “Jika Engkau memasak sayur, perbanyaklah kuahnya dan bagikan kepada tetanggamu.” (HR. Muslim).
Biasanya, kami melakukan hal ini dengan tetangga muslim, meskipun ‘buat makan barengnya’ membutuhkan waktu perjalanan 1 jam untuk berkumpul, terutama ketika memasak menu-menu daging. Alhamdulillah… Melihat anak-anak riang bermain bersama, bonus kebahagiaan tersendiri dalam jiwa ini.
Tak sedikit pengetahuan baru kudapatkan dari tetangga-tetangga penduduk lokal, maupun saudara muslim kita dari negeri lain yang ada di sini, bahkan di kota Rabce (Rabka), Poland pada tahun 2010 lalu, kami sempat berkontribusi bersama pada acara “Arabic day” nan meriah saat hari anak-anak, masyarakat sekitar Rabce sangat antusias mempelajari tulisan Arab, nasyid dengan kalimat-kalimat Allah & shalawat nabi diperdengarkan dalam acara tersebut.
Tak jarang diriku mengenang curahan hati sahabat-sahabat lama, di Jakarta, Bandung, dan kota lain di Indonesia yang mayoritas penduduknya muslim, adapun kebiasaan puluhan tahun lalu masih saja terjadi : ‘bergossip bersama di warung atau saat belanja ke tukang sayur’. Saya pun sempat mengalami peristiwa tidak mengenakkan dengan tetangga, salah satunya waktu ada tetangga di kota B yang mengintip ruangan dapurku, pada saat itu tentulah diri ini sedang memasak tanpa menggunakan hijab seperti biasa. Menyakitkan, tentunya.
Dan untungnya sewaktu di Jakarta, diriku masih sibuk kuliah, jadilah agak cuek jika melihat kumpulan ibu-ibu bergossip. Ternyata eh ternyata, masuk juga ke kupingku prilaku ibu-ibu tetanggaku yang usianya seusia orang tuaku, tapi doyan meniupkan kabar angin, menggosok-gosok berita agar kedengaran makin sip, begitu istilahnya. Isi gossip kira-kira tidak penting begini : Saya tidak sering ke tukang sayur, malah sering beli masakan di kedai Minang (amak dan apak langgananku), hampir tiap hari mengajak Azzam ke mall sepulang dari kampus, plus kalau belanja sekalian nyetok banyak, sehingga jarang ke warung ibu X. Nah, yang begitulah yang digosipin, ujung-ujungnya, kalimat yang meluncur dari si ibu-ibu : “pasti tukang ngabisin duit suami deh yah...”, hihihi, wanita... wanita... ibu... ibu... kisah jadi bahan gossip biasanya senasib dengan ibu-ibu muda yang pulang ke tanah air setelah suaminya tak lagi bertugas di luar negeri. Kita kan pendidik generasi, bu, hentikanlah kebiasaan buruk itu. Sedangkan bagiku, duhai teman, selama gossip tidak merugikan kita, janganlah membebani pikiran. Gunakan energi yang ada untuk keperluan lain yang lebih penting, untuk hal yang menjadi motivasi diri, membawa manfaat buat keluarga dan sekitar kita.
Ada pula cerita sobat lain, Kadangkala tetangga membuat suara bising saat anak-anak terlelap, bertengkar hebat di tengah malam, atau jerit-menjerit karena kemarahan dalam suatu keluarga. Hal itu membuat tetangga lain terganggu. Bagi penduduk di Krakow, membuat keributan atau hal gaduh selalu langsung datang pihak kepolisian atau pasukan keamanan lainnya, meskipun cuma hal kecil, misalkan anak anjing seseorang yang buang air di rumah orang lain, pemilik anjingnya bisa ditilang. Atau jika ada pemabuk yang melemparkan botol bir ke jendela rumah orang, pasti langsung ditangkap petugas, dia langsung dipenjarakan. Mengganggu orang lain adalah pelanggaran hukum, disini tidak ada pungli (pungutan liar) untuk u-turn di jalan raya, untuk berdagang roti di pusat keramaian, untuk unjuk kebolehan ‘mengamen’, dll.
Apabila saudara-saudariku masih belum merasakan kenikmatan bertetangga atau merasa tersakiti oleh tetangga, maka selain introspeksi diri, mari kita do’akan semoga tetangga-tetangga tersebut beroleh taufiq hidayah Allah SWT.
Rosululloh shollallohu’alaihi wa sallam bersabda, “Ada 3 golongan yang dicintai Allah SWT (Salah satunya adalah) seseorang yang memiliki tetangga yang senantiasa menyakitinya, namun dia bersabar menghadapi gangguannya tersebut hingga kematian atau perpisahan memisahkan keduanya.” (HR. Ahmad)
Hiburan yang paling indah bagi orang beriman adalah kecintaan Allah SWT atas segala keikhlasan dan rasa syukur sepanjang perjalanan hidup ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar